Oleh: Hasna Putri Nadhifa
Setiap kisah menyimpan kemilau hikmah
yang mampu menyentuh hati siapa pun yang merenunginya. Kisah para nabi,
sahabat, dan orang-orang saleh mengandung berbagai nilai yang bisa menghidupkan
jiwa manusia.
Abu QiIabah merupakan salah satu dari tabi’in yang banyak meriwayatkan hadits-hadits Rasulullah sallallahu ‘alahi wa sallam. Ia meriwayatkan hadist dari sahabat Anas bin Malik dan Malik bin Al-Huwayrits radhiallahu anhuma . Dirinya dikenal sebagai ahli ibadah dan zuhud yang berasal dari Bashrah.
Ibnu Hibban telah mengabadikan kisah Abu Qilabah dalam kitabnya yang berjudul Ats-Tsiqat. Ada keteladanan luar biasa yang telah Abu Qilabah berikan kepada kita yang masih meraba cara menjadi hamba yang baik di hadapan Tuhan. Keteladanannya, mengajaran kita cara menjadi hamba yang tetap memuji Tuhan, meski diterpa ujian bertubi-tubi.
Dikisahkan bahwa Abdullah bin Muhammad berkata: "Aku keluar menuju tepi pantai untuk memantau kawasan pantai (dari kedatangan musuh). Saat tiba di tepi pantai, tiba-tiba diriku telah berada di suatu dataran lapang. Di dataran tersebut, kutemukan sebuah kemah yang di dalamnya ada seseorang yang membuatku heran dan terkejut."
Tak ada siapa pun di kemah itu selain seorang lelaki yang kedua tangan dan kakinya telah buntung, matanya buta, bahkan pendengarannya juga tuli. Hanya lisannya saja yang masih berfungsi. Kulihat mulut lelaki itu berkomat-kamit, orang itu terus berucap:
" اللهم أوزعي أن أحمدك حمدا أكافئ به شكر نعمتك التي أنعمت
بها علي، وفضلتني على كثير من خلقت تفضيلا"
"Ya Allah, tunjukkanlah aku agar
aku bisa memuji-Mu, sehingga aku bisa menunaikan rasa syukurku atas kenikmatan
yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, dan Engkau telah melebihkanku di atas
kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan."
Abdullah bin Muhammad tertegun, heran sekaligus takjub mendengar kalimat penuh syukur keluar dari lisan yang nyaris tak berdaya itu. Ia putuskan untuk mendekati lelaki tersebut dan bertanya sebab apa yang membuat dirinya tetap bersyukur dan memuji Tuhan, sementara keadaannya sangat memprihatinkan.
Abdullah bin Muhammad mengucapkan salam kepadanya seraya bertanya, "Nikmat manakah yang telah Allah anugerahkan kepadamu hingga engkau terus memuji-Nya? Kelebihan apa yang telah Allah berikan kepadamu hingga engkau mensyukurinya?"
Lelaki itu menjawab, "Tidakkah kau lihat apa yang telah dilakukan Tuhan kepadaku? Demi Allah, seandainya Tuhanku mengirimkan petir hingga membakar tubuhku, atau menggerakkan gunung-gunung untuk menindihku, atau meminta lautan untuk menenggelamkanku, atau pun memerintahkan bumi untuk menelan jasadku, maka tidaklah semua itu terjadi, kecuali membuatku semakin bersyukur kepada-Nya. Sebab Allah telah memberiku lisan untuk tetap memuji-Nya."
Lalu lelaki itu yang tak lain adalah Abu Qilabah menyampaikan suatu permintaan. Ia berkata, "Wahai Hamba Allah Ta'ala, kau telah mendatangiku, maka bisakah kau membantuku? Kau telah melihat keadaanku yang tak mampu membantu diriku sendiri atau mencegah dari suatu gangguan. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tetapi, aku mempunyai seorang anak laki-laki yang selalu melayaniku. Jika waktu salat tiba, ia membantuku untuk berwudu. Apabila aku lapar, ia menyuapiku. Saat aku haus pun, ia memberiku minum. Namun, sudah tiga hari ini aku kehilangan dirinya. Maka, bantulah diriku dengan mencari kabar tentang anakku."
Mendengar permintaan itu, Abdullah bin Muhammad menjawab, "Demi Allah. Tidaklah seseorang berjalan menunaikan kebutuhan saudaranya, dan ia mendapatkan pahala yang besar di sisi Allah, lantas pahalanya lebih besar dari seseorang yang berjalan untuk memenuhi kebutuhan orang seperti engkau."
Maka, pergilah Abdullah bin Muhammad mencari kabar keberadaan anak lelaki tersebut. Tak jauh dari kemah, tibalah ia di suatu gundukan pasir. Tiba-tiba, ia menemukan anak lelaki tersebut telah diterkam dan dimakan binatang buas. Abdulullah bin Muhammad mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Dirinya bingung bagaimana cara menyampaikan kejadian ini kepada lelaki yang ditemuinya tadi.
Saat dirinya berjalan menuju orang itu, terlintas dalam pikirannya kisah Nabi Ayyub alaihis salam yang begitu tegar menghadapi ujian bertubi-tubi. Setibanya di kemah lelaki itu, ia mengucapkan salam kepadanya. Lelaki itu menjawab salam dan bertanya, "Bukankah engkau orang yang menemuiku tadi?"
"Iya, benar," jawab
Abdullah bin Muhamad.
"Bagaimana dengan permintaanku
kepadamu untuk membantuku?" tanya lelaki itu.
Ia menjawab, "Siapakah yang
lebih mulia di sisi Allah, engkau atau Nabi Ayyub?"
"Tentu Nabi Ayyub," jawab
orang itu.
"Taukah engkau cobaan yang
diberikan Allah kepada Nabi Ayyub? Bukankah Allah mengujinya dengan harta,
keluarga, serta anak-anaknya?"
Orang itu menjawab, "Tentu aku
tahu."
Ia melanjutkan, "Bagaimanakah
sikap Nabi Ayyub dengan cobaan tersebut?"
Lelaki itu menjawab, "Nabi Ayyub
bersabar, bersyukur, dan memuji Allah subhanahu wa ta'ala."
Abdulullah bin Muhammad berkata, "Tak hanya itu, bahkan Nabi Ayyub dijauhi oleh karib kerabatnya dan sahabat-sahabatnya. Nabi Ayyub pun menjadi bahan celaan dan fitnah orang-orang yang lewat jalan. Tahukah engkau perihal itu?"
Lelaki itu menimpali,
"Benar."
"Bagaimana sikapnya?"
"Ia bersabar, bersyukur, dan
memuji Allah. Langsung saja jelaskan maksudmu," pinta lelaki itu kepada
Abdullah bin Muhammad.
Ia menjelaskan, "Sebenarnya telah kutemukan anakmu di antara gundukan pasir dalam keadaan telah meninggal diterkam dan dimakan binatang buas. Semoga Allah memberi pahala berlipat ganda dan menjadikanmu semakin sabar."
Orang itu berucap, "Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang tidak menciptakan untukku keturunan yang bermaksiat kepada Allah, lalu Ia menyiksanya dengan api neraka." Ia berkata, "inna lillahi wa inna ilahi rojiun." Kemudian ia menarik napas panjang, lalu wafat.
Abdullah bin Muhammad yang menyaksikan kejadian itu menangis terharu dan mengatakan, inna lilahi wa inna ilaihi rojiun. Ia bingung bagaimana mengurus jenazah seorang diri di tempat sesepi itu. Jika dibiarkan saja, bisa menjadi bahan santapan binatang buas. Ia pun menutupi jasad lelaki itu dengan kain yang ada di tubuhnya.
Tiba-tiba, datanglah empat orang dan berkata, "Wahai Abdullah, ada apa gerangan? Apa yang telah terjadi?"
Abdullah pun menceritakan apa yang terjadi. Lalu mereka berpinta, "Bukalah wajah orang itu, siapa tahu kami mengenalinya!"
Ia membukan kain penutup wajahnya, lalu mereka tersungkur dan mencium kening serta kedua tangan lelaki tersebut. Mereka berkata, "Demi Allah, matanya selalu tunduk dari melihat hal-hal yang diharamkan-Nya. Tubuhnya selalu sujud ketika orang-orang dalam keadaan tidur."
Abdullah bin Muhammad berkata, "Siapakah lelaki ini?”
Mereka menjawab, "Inilah Abu Qilabah Al-Jarmi, sahabat Ibnu Abbas. Dia sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya."
Mereka pun mengurus jenazah dengan seadanya hingga selesai. Mereka pun berpamitan, dan Abdullah bin Muhammad kembali ke pos penjagaan di area perbatasan.
Saat malam tiba, ia pun tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi melihat lelaki yang ditemuinya tadi berada di taman surga dengan mengenakan dua kain yang berasal dari surga. Lelaki itu membaca firman Allah:
سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار
"Keselamatan bagi kalian (dengan masuk ke surga) karena kesabaran kalian, maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu." (QS. Ar-ra'd/13:24)
Dalam mimpinya, Abdullah bertanya, "Bukankan engkau orang yang aku temui?" Abu Qilabah menjawab, "Benar."
"Bagaimana engkau mendapatkan semua ini?" tanyanya lagi.
Abu Qilabah menuturkan, "Sesungguhnya Allah menyediakan derajat kemulian yang tinggi, yang tak bisa diperoleh kecuali dengan sikap sabar dikala tertimpa musibah. Dan rasa syukur dalam keadaan lapang, rasa tentram serta takut kepada-Nya baik dalam keadaan sendiri atau pun di tengah khalayak ramai."
Kisah Abu Qilabah telah mengingatkan kita, bahwa dalam ujian sesulit apapun pasti ada ruang untuk tetap bersyukur. Seringkali, manusia lupa bahwa segala yang terjadi dalam kehidupan adalah pemberian terbaik dari-Nya. Bahkan dalam pemberian ujian pun, sebenarnya adalah cara Allah memberi berbagai nikmat, hanya saja terbungkus dalam bentuk yang berbeda.
Abu Qilabah menuntun kita untuk tetap bersyukur dalam menghadapi berbagai ujian. Mungkin kita pernah kehilangan banyak hal dalam hidup kita. Kehilangan pekerjaan, kesempatan, atau orang yang kita sayang. Namun, kita tak boleh tenggelam dalam kehilangan itu. Seperti Abu Qilabah yang bisa menemukan nikmat di tengah ujian, kenikmatan berupa hati dan lisan yang mampu mengucap “Alhamdulillah”. Semoga Allah senantiasa memberi rasa syukur itu dalam setiap langkah kita.
Referensi:
●
Ibnu Hibban. Ats-Tsiqot. Tahqiq
As-Sayyid Syarofuddin Ahmad. Darul Fikr, Jilid 5, hal. 2–5. Diterjemahkan oleh
Abu Abdil-Muhsin. Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XI/1428
H/2007. Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta. Diakses dari https://almanhaj.or.id/3761-abu-qilabah-mengajarkan-sabar-dan-syukur-kepada-allah.html pada 24 Oktober 2025.
●
“Mengambil Hikmah dari Keteladanan Abu
Qilabah: Selalu Sabar, Syukur, dan Memuji Allah.” Jateng NU Online (Opini),
21 Agustus 2021. Diakses 24 Oktober 2025, https://jateng.nu.or.id/opini/mengambil-hikmah-dari-keteladanan-abu-qilabah-selalu-sabar-syukur-dan-memuji-allah-Ds8zO.
0 Komentar