Header Ads Widget

Darussalam Catering

Mengurai Benang Kusut Ormaba



Ormaba lagi, ormaba lagi …

Poster Ormaba alias Orientasi Mahasiswa Baru satu persatu kembali bermunculan di layar ponsel. Baik di unggahan status di WhatsApp maupun Instagram. Isi grup Kekeluargaan, Fakultas, sampai Almamater pun sama saja.

Jika Anda sudah lama di Mesir, coba kembalikan ingatan Anda saat masih menjadi Mahasiswa Baru (Maba). Berapa banyak orientasi yang terselenggara di sekitar Anda, dan berapa yang akhirnya diikuti. Satu? Dua? Atau bahkan delapan orientasi? 

Sebut saja ada seorang mahasiswa baru bernama Umar. Ketika baru datang ke Mesir dan belum tahu banyak hal, dia langsung disambut oleh mediator dan diarahkan untuk ikut orientasi dari mediatornya itu. 

Ternyata beberapa hari setelahnya, Kekeluargaan Umar mewajibkannya untuk ikut orientasi versi lain–sebagai syarat pembuatan izin tinggal. Kemudian ketika diminta orang tuanya untuk aktif di suatu afiliatif, maka dia harus ikut orientasi dari afiliatif tersebut. 

Setelah ikut tiga versi orientasi, apakah ketika ada pendaftaran Ormaba dari PPMI dia harus ikut lagi? Belum dari lembaga lainnya yang mengikat Umar seperti Fakultas dan Almamater. Bayangkan, hal ini akan terus berulang dan dialami oleh para maba tahun ini hingga seterusnya. 

Tak bisa dipungkiri, centang-perenang pelaksanaan Ormaba selalu menimbulkan keresahan di kalangan Masisir. Konsep yang diubah setiap tahun pun terus mengandung pro dan kontra dari berbagai pihak seakan menjadi benang kusut yang tak terurai. “Apakah tidak bisa dibuat lebih efisien?” jadi pertanyaan yang lumrah terbesit di benak setiap Masisir.

Dalam membahas isu ini, kami menemui pihak-pihak penyelenggara Ormaba tahun 2025 dari setiap komponen mahasiswa Indonesia di Mesir baik organisasi induk, Lembaga Kedaerahan (Kekeluargaan), Lembaga Kefakultasan (Senat Mahasiswa), Afiliatif, Almamater, sampai Mediator Keberangkatan. Narasumber-narasumber tersebut sengaja kami pilih dari pelaksana di masa sebelumnya supaya Ormaba dapat dibahas dalam gambaran yang fixed sebagai fakta yang telah terjadi. Adapun pihak-pihak yang telah kami temui adalah sebagai berikut:

  1. Ormaba (Orientasi Mahasiswa Baru) PPMI Mesir,
  2. Fordinda (Forum Kaderisasi Insan Wihdah) Wihdah-PPMI,
  3. Angkasa (Ajang Perkenalan Mahasiswa Baru) KPMJB,
  4. OKAD (Orientasi Kader Dasar) Gamajatim,
  5. SHOW (Sharia Orientation Week) dari Sema-FSI,
  6. Ittiba’ (Iltiqa’ Ath-Thullab Al-Judud Ma’a Ittihadi Ath-Thalabah Al-Indunisiyyin bi Kuliyyati Ushuliddin) dari Sema-FU,
  7. Forza (Forum Azhari Muda) dari PCIM,
  8. Opaba (Orientasi Penerimaan Anggota  Baru) dari PCINU,
  9. Orkaba (Orientasi Kader Bangsa) dari IKPM Gontor,
  10. Ormaba dari KBAI,
  11. Opera Fun (Orientasi Perkenalan, Family, Unforgettable, dan New Spirit) dari Markaz Arabiyyah, dan
  12. Ormaba dari Mumtaza Kairo. 

Dari setiap narasumber yang ditemui, kami dapat membahas Ormaba dari berbagai sudut pandang. Dialog terjalin seputar latar belakang dan tujuan pengadaan sampai pelaksanaan teknis Ormaba di masing-masing lembaga secara sektoral. 

Pendapat dari setiap narasumber di atas, kami terima dan kami tarik benang merahnya. Isu Ormaba pun dapat dilihat dari sudut pandang Masisir secara global, dan bukan dari komponen-komponen yang terpisah. Maka di tulisan ini, kami berupaya memaparkan sumber kompleksitas penyelenggaraan Ormaba di Masisir dan bagaimana pola di setiap penyelenggaraannya.

Antara Ospek dan Ormaba

Berbicara tentang Ormaba di kalangan Mahasiswa Indonesia di Mesir, tentu tidak sama dengan apa yang ada di kalangan mahasiswa di Indonesia. Mahasiswa di Indonesia secara luas tidak mengenal istilah Ormaba, istilah yang mereka kenal adalah Ospek alias Orientasi Studi Pengenalan Kampus. Perbedaan juga bisa didapati setidaknya dalam hal penyelenggara dan konsep penyelenggaraannya.

Jika Ospek di Indonesia diselenggarakan oleh pihak kampus atau perguruan tinggi itu sendiri, maka Ormaba di Mesir tidak begitu. Pihak Al-Azhar sebagai kampus bagi mayoritas mahasiswa Indonesia di Mesir tidak mengadakan orientasi bagi mahasiswa baru, sebagaimana kampus luar negeri lainnya. Kekosongan program dari kampus inilah yang menuntut berbagai organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir untuk mengadakan Ormaba guna membekali mahasiswa baru di sektor masing-masing. 

Ospek universitas-universitas tanah air kerap dimulai dari tingkat universitas, kemudian turun ke tingkat fakultas, dan bermuara di jurusan. Semua tersusun dengan jelas dan tercatat rapi dalam kalender akademik kampus. Ospek terfokus di satu tempat dan hanya diikuti sekali selama mahasiswa itu belajar di jenjang studi yang sama. 

Berbeda halnya dengan Ormaba di Mesir yang tidak memiliki struktur hierarki rentetan kegiatan semacam itu, Ormaba tersebar di berbagai sektor sesuai inisiatif masing-masing lembaga. Semua diadakan dengan tujuan dan kepentingannya masing-masing. 

Rentetan kegiatan Ospek di universitas-universitas tanah air pun dirancang dengan satu tujuan yang sama: pengenalan budaya kampus. Kendati sama-sama bertujuan untuk membekali mahasiswa baru, materi yang disampaikan Ormaba mahasiswa Indonesia di Mesir jauh lebih kompleks, karena berkaitan juga dengan pengenalan budaya di Mesir, urusan kemahasiswaan, dan hal baru lainnya.

Ospek di Indonesia—karena diadakan secara tunggal oleh dan untuk urusan kampus saja—konsepnya cenderung fokus, runtut, dan terukur; sedangkan ide penyelenggaraan Ormaba Masisir penuh polemik dan cenderung tidak final karena berangkat dari ide yang sektoral.

Komparasi Antar Ormaba di Timtengka

Perbedaan konsep kegiatan Ormaba di Mesir dan Ospek di tanah air memang sangat wajar terjadi. Namun, ketika dibandingkan dengan konsep Ormaba di luar negeri lainnya, Ormaba di Mesir juga masih jauh berbeda dari segi kompleksitas-nya.

Di Maroko misalnya, penyelenggaraan Ormaba tidak sekompleks di Mesir. Di sana terdapat tiga jalur Ormaba yang diikuti sesuai dengan masing-masing keberangkatan mahasiswa baru, baik materi secara daring maupun penyambutan secara luring. Mahasiswa baru jalur Kemenag dan Pesantren Muadalah akan disambut dan diorientasi oleh pihak PPI, sedangkan jalur Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah akan diurus oleh masing-masing Pimpinan Cabang Istimewanya. Dengan demikian, setiap mahasiswa baru hanya akan mengikuti satu rentetan orientasi dari satu pihak penyelenggara sebelum kemudian diantarkan ke kota tinggal masing-masing.

Jika di Maroko ada tiga jalur Ormaba, maka di Pakistan lebih sederhana lagi. Orientasi Mahasiswa baru di Pakistan yang dikenal dengan sebutan Indonesian Student Orientation (ISO) hanya dilaksanakan dalam satu rentetan. Para mahasiswa baru dikumpulkan dalam beberapa sesi di Aula Budaya KBRI Islamabad untuk dibekali materi seputar budaya Pakistan dan kampus sebagai langkah awal perjalanan studi di sana.

Bedanya tingkat kompleksitas orientasi mahasiswa baru di Maroko dan Pakistan dengan orientasi di Mesir bisa dilacak sumbernya dari jumlah mahasiswa, khususnya yang baru. Di Maroko mahasiswa baru hanya sekitar 70 orang, sedangkan di Pakistan hanya sekitar 40 di antara seluruh mahasiswanya yang masing-masing berjumlah sekitar 300. 

Di Mesir sendiri, jumlah mahasiswa baru selalu hampir mencapai angka 2000 bahkan konon di tahun ini mencapai 4000 di tengah Masisir yang sudah lebih dari 15.000 orang, dan kini konon sudah mencapai angka 20.000. Tentunya, jumlah yang besar menjadi tantangan bagi penyelenggara Ormaba, khususnya karena berkaitan dengan pengadaan tempat dan penyerapan materi.

Ormaba di Masisir: Motivasi dan Pola

Sebagaimana disebut di atas, Ormaba di Mesir dibangun oleh inisiatif organisasi mahasiswa karena nihilnya pengadaan dari kampus dan dalam kondisi mahasiswa baru yang begitu banyak. Upaya untuk membekali mahasiswa dengan mengenalkan universitas dan negara yang baru mereka kunjungi merupakan inisiatif luhur, karena bagaimanapun hal tersebut adalah kebutuhan.

Almamater misalnya, yang mengadakan orientasi mahasiswa baru untuk lulusan pesantren atau sekolahnya karena merasa bertanggung jawab pada tindak-tanduk alumni mereka di Mesir. Kekeluargaan pun ingin mengawal kader daerah masing-masing, seperti Afiliatif yang merasa perlu mendidik kadernya dengan baik dari awal. Mediator sebagai pihak yang merasa bertanggung jawab karena memberangkatkan mahasiswa. Bahkan PPMI yang mengadakan Ormaba, selain karena untuk membina mahasiswa baru, tapi juga untuk menyatukan semua mahasiswa angkatan kedatangan baru demi mewujudkan mandat persatuan Indonesia dari sila ketiga.

Namun, karena inisiatif muncul secara sektoral, maka ide penyelenggaraan pun berjalan secara terpisah-pisah juga. Tafsiran yang beragam tentang apa yang dibutuhkan mahasiswa baru serta kesanggupan pelaksana yang tidak sama juga menjadikan konsep Ormaba berbeda-beda, baik dari rentetan kegiatan, waktu dan tempat, standardisasi, bahkan materi. 

Dalam hal isi rentetan contohnya, sebagian penyelenggara hanya mengadakan sesi pemaparan materi dan sebagian lain membuat kegiatan bonding angkatan baru secara outdoor sesuai kebutuhan masing-masing. Dalam pemilihan ketua angkatan, ada yang mencukupkan dengan pemilihan sederhana, tapi ada yang mengadakan screening, debat kandidat, atau kampanye. Dalam urutan kegiatan, sebagian penyelenggara memulai rentetan dengan aktivitas indoor seperti IKPM Gontor, sebagian lain memulai dengan outdoor seperti Angkasa KPMJB. Bahkan ada yang memulai orientasi dengan pengenalan mentor. Durasi penyelenggaraan pun begitu beragam, ada yang mengadakannya satu hari ada juga yang sampai enam hari.

Ketika diperhatikan, setiap komponen Masisir pada akhirnya cenderung memiliki pola yang sama. Orientasi umumnya terdiri dari tiga rentetan utama: sesi mentoring, sesi indoor, dan sesi outdoor. Sesi mentoring adalah masa para mahasiswa baru dikenalkan dengan mentor yang telah disiapkan panitia untuk menemani peserta selama Ormaba. Sesi indoor adalah momen pemaparan materi. Sedangkan outdoor diisi sesi fun games, bonding, sebagian menggunakannya untuk penetapan ketua atau merilis angkatan baru. 

Rangkaian tersebut akan terasa normal jika setiap mahasiswa baru hanya mengikutinya dalam satu kali rentetan. Namun, yang terjadi tidaklah demikian. Karena organisasi yang mengikat seorang mahasiswa baru setidaknya lebih dari tiga (PPMI, Kekeluargaan, Almamater, Mediator, dan lain-lain) dan setiap organisasi punya acara orientasinya sendiri-sendiri yang perlu diikuti. Maka, tidak aneh kalau kebanyakan mahasiswa baru akan mengikuti orientasi lebih dari satu yang sebagian besar hanya pengulangan-pengulangan saja. Demikianlah yang telah, masih, dan akan terus terjadi di Masisir.

Refleksi Penutup

Pengadaan Ormaba di setiap komponen Masisir adalah perkawinan antara kebutuhan dan keadaan pelik. Ketidakselarasan pengadaan Ormaba di seluruh Masisir, akan berputar dalam lingkaran setan yang sama jika problematika ini masih jadi diskursus sektoral saja. Ketika Ormaba di jagat Masisir terus-terusan seperti ini, maka mahasiswa baru yang belum tahu apa-apa lagi-lagi akan menjadi korban. Artinya, kepedulian dan kesadaran kolektif adalah kunci untuk menjawab masalah ini.

Ketika Ormaba dipandang secara global dan ditemukan polanya ternyata cenderung sama, maka sebenarnya orientasi yang selama ini terpisah dapat dipadukan menjadi satu simfoni. Tinggal kita sebagai Masisir, apakah cukup peduli dan sadar bahwa ini perlu untuk diselesaikan, atau ingin membiarkan mahasiswa baru terus jadi korban.



Penyusun: Wilda Naimatul, Nidaul Khasanah

Investigator: Ratu, Wafi, Annisa, Afif, Arif, Adi

Editor: Ilmi Hatta Dhiya’ulhaq

 


Posting Komentar

0 Komentar