Header Ads Widget

Darussalam Catering

Menghadapi Ujian Hidup: Mengubah Seseorang Menjadi Lebih Kuat dan Bijaksana


Oleh: Husain Azhari

Sejatinya, perjuangan hidup memang tidak pernah selesai hingga urat nadi dan nafas ini berhenti. Setiap hari individu dihadapkan pada masalah, bahkan sejak masih anak-anak sudah dituntut untuk menyelesaikan masalahnya mulai dari masalah sederhana sampai masalah yang kompleks. Pada masa sekarang ini permasalahan yang dihadapi manusia semakin complicated dan ruwet mulai dari permasalahan individu, keluarga, masyarakat sampai permasalahan dunia secara global. Di samping itu juga waktu timbulnya permasalahan sering tidak mampu diprediksi (unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Era dewasa ini juga ditandai semakin ketatnya persaingan, siapa kuat dia yang menjadi pemenang, sebaliknya siapa yang tidak berdaya dialah yang kalah dan termarginalkan. Ujian dan cobaan adalah hal yang lekat dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Baqarah [2]: 155-156. “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” Dalam Tafsir Al-Misbah, Prof. Quraisy Syihab juga menjelaskan bahwa ujian dan cobaan yang diberikan Allah pada hakikatnya hanyalah sedikit. Betapapun beratnya sebuah cobaan, jika dibandingkan dengan ganjaran yang akan diperoleh, maka cobaan itu menjadi kecil. Selain itu, setiap musibah yang dialami manusia selalu memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih besar , sehingga apa yang terjadi seharusnya disyukuri.

Sebagai hamba Allah SWT, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu berlaku bagi setiap manusia di dunia ini. “Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya [21]:35) Al-Qu’ran menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi pernyataan iman adalah harus siap menghadapi ujian yang diberikan Allah SWT kepada manusia untuk membuktikan sejauh mana kebenaran dan kesungguhan iman yang dimilikinya. Apa bersumber dari keyakinan dan kemantapan hati atau didorong oleh kepentingan sesaat ingin mendapatkan kemenangan dan tidak mau menghadapi kesulitan, seperti yang tergambar pada ayat ini “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut [29]:2-3). Menurut penuturan Imam Nawawi Al-Bantani, sabar menghadapi dan menjalani ujian juga menjadi tolak ukur keimanan seseorang. Iman bukanlah kalimat yang hanya diucapkan, tetapi ia adalah kesabaran menghadapi kesulitan dan kewajiban yang merupakan konsekuensi dari pengucapannya.

Serupa juga dengan apa yang dijelaskan dalam dalam kitab As-Shabru wa Tsawâb ‘alaihi, Syekh Ibnu Abid Dunya yang membagi sabar menjadi tiga bagian, yaitu; kesabaran dalam menghadapi musibah, kesabaran dalam menaati perintah Allah, dan kesabaran untuk menghindari maksiat. Ketabahan sangat tergambar dalam pribadi yang sabar menghadapi musibah, sabar terhadap takdir Allah yang menyakitkan (menurut pandangan manusia). Karena sesungguhnya takdir Allah terhadap manusia itu ada yang bersifat menyenangkan dan ada yang bersifat menyakitkan. Takdir yang bersifat menyenangkan butuh rasa syukur, sedangkan syukur itu sendiri termasuk dari ketaatan, sehingga sabar baginya termasuk dari jenis yang kedua yaitu sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah. Adapun takdir yang bersifat menyakitkan yaitu yang tidak menyenangkan manusia, seperti seseorang yang diuji pada badannya dengan adanya rasa sakit, diuji pada hartanya yaitu kehilangan harta, diuji pada keluarganya dengan kehilangan salah seorang keluarganya ataupun yang lainnya dan diuji di masyarakatnya dengan difitnah, direndahkan ataupun yang sejenisnya.

Semua ujian hidup yang diberikan Allah kepada hambanya bukan hanya sebagai beban semata. Tapi tanda cinta dan kasih sayang-Nya. Lebih dari itu, ujian itu juga sebagai tanda bahwa manusia adalah makhluk yang sangat lemah sehingga dia membutuhkan sesuatu yang lebih kuat di luar dirinya untuk bersandar, bergantung. Harapanya, manusia tidak hanya menjadikan ujian ini untuk berputus asa, melainkan juga sebagai kesadaran diri kita untuk lebih bijaksana dan taat kepada semua ketentuan Allah SWT.

 

Posting Komentar

1 Komentar