Header Ads Widget

Darussalam Catering

Kotak Kenangan

Oleh: Rinai Renjana


Sebuah kotak terbuka perlahan, mengeluarkan gemerlap yang terang. Beberapa bintang seolah berhamburan, terus terbang menuju langit-langit kamar yang remang.

Beberapa menit lalu Ibu mematikan lampu kamar, menggantinya dengan lampu tidur di samping ranjang. Kemudian, suara pintu tertutup masuk indra pendengaran. Hazel bukan sedang berpura-pura tidur, dia memang sudah tidur sejak dua jam lalu, dan kini matanya kembali terjaga.

Sore tadi, saat jalanan dipenuhi genangan air hujan, Hazel mengayunkan kakinya ke taman bermain yang tak terlalu jauh dari rumah. Menikmati sepoi angin, sambil duduk di ayunan, tak lupa es krim rasa coklat di genggaman tangan kanannya. Hazel ingin kembali mengingat masa kecilnya, yang sering kali pergi ke taman ini, sambil bermain ayunan dan memakan es krim.

Sore itu, saat es krimnya sudah habis dimakan dan ketika matahari siap berganti bulan, seorang kakek datang menemuinya. Kakek itu meletakkan sebuah kotak di kedua tangan Hazel.

“Nak, ini adalah kotak petualangan menuju memori masa lalu. Kenangan yang ingin kau jumpai, indah maupun tidak, kau bisa kembali melihatnya. Buka saja kotak ini, nanti, ikuti petunjuk yang ada di sana. Kakek pamit dulu.”

Siapakah kakek ini? Yang tiba-tiba datang memberikan kotak dan kakek itu berkata tentang petualangan masa lalu. Bukankah saat ini Hazel juga sedang mengenang masa lalu, saat ia dulu bermain di taman ini? Lalu, untuk apa kotak ini? Tunggu, perjalanan tentang memori masa lalu sepertinya cukup menarik. Belum sempat ia berterima kasih, kakek itu sudah lebih dulu meninggalkannya. Matahari semakin memamerkan indahnya saat tenggelam. Warna merah abstrak memenuhi langit taman bermain sore itu. Sambil menatap kotak di tangannya, ia masih terus bertanya-tanya dalam hati. Namun, waktu membuatnya harus segera meninggalkan tempat bermain itu, bergegas kembali ke rumah.

Malam harinya, saat mata Hazel terjaga, ia teringat tentang kotak dari seorang kakek di taman bermain tadi. Karena penasaran, ia segera bangkit dari ranjang tempat tidurnya, lalu membuka kotak itu perlahan. Saat membukanya, cahaya terang mulai memenuhi kotak itu. Bintang-bintang berhamburan, membuat Hazel berdecak kagum.

Ada sepucuk surat di dalamnya, ia membaca perlahan isi surat itu.

“Atas rasa yang pernah bersarang di relung jiwa, pada suara yang lama tak bersua. Antara gurau canda, senyum yang kian pudar, juga tangis tanpa suara. Di antaranya, menyimpan memori yang tak pernah hilang. Semua ada, tinggal bagaimana caranya seseorang mau menyimpannya, atau melupakannya.”

Lagi-lagi Hazel berdecak kagum, membalik halaman pertama surat itu.

“Beberapa hal perlu dijadikan pembelajaran. Pengalaman yang lalu, yang kita rasa tak mampu, dapat menjadikan kita lebih tahu cara untuk berjuang di masa mendatang.”

Cahaya di sekitar semakin terang saat ia membuka lembaran lain. Di amplopnya tertulis Kenangan Pahit. Tanpa perlu menunggu lama, ia membuka amplop tersebut. Ada satu kalimat lagi di dalamnya.

“Isilah tulisan di sini, setelah kau menyelesaikan lorong perjalananmu!”

Pengalaman 1 (Kosong)

Begitu Hazel selesai membaca kata terakhirnya, ia seperti tersedot ke dalam kotak itu. Bintang-bintang seolah membawanya pada ruang yang luas, seperti lorong untuk menuju suatu tempat. Tubuhnya melayang, tangan dan kakinya mencoba untuk mengendalikan tubuhnya agar dapat seimbang.  Hingga ada sebuah pintu yang membawanya berhenti, kembali mendaratkan kaki. Wajahnya tak dapat memungkiri, bahwa ia tengah terkejut.

Saat ini, Hazel berada di tengah hutan. Jangan bayangkan hutan ini mengerikan seperti di cerita-cerita kebanyakan. Hutan ini cukup terang, banyak pepohonan menjulang tinggi, begitupun banyak bunga-bunga bermekaran.

“Aku ada di mana?” tanyanya bermonolog.

“Selamat datang di hutan kenangan pertama, Hazel.” Suara itu terdengar jelas, tapi tidak ada siapapun di sana.

Ia bergidik ngeri.

“Tenang saja, jangan takut. Ikuti bintang-bintang yang membawamu kemari tadi. Kau akan diantar ke perjalanan kenangan pertamamu.”

Langkahnya sedikit ragu untuk dilanjutkan. Meski hutan ini tidak menyeramkan, tetap saja ia takut karena hanya ada ia seorang saja. Akan tetapi, jika Hazel ingin kembali, harus lewat mana? Pintu tempat ia datang tadi tidak terlihat dari tempatnya berpijak saat ini.

Meski ragu, akhirnya Hazel mengikuti perlahan bintang-bintang di depannya. Saat ia berjalan, seolah ada putaran film di kanan dan kirinya. Kenangan saat dia gagal ujian harian saat SD dulu, kenangan tentang ia yang jatuh dari sepeda saat pertama kali belajar bersama ayah. Kenangan saat ia diberi hukuman karena lupa mengerjakan tugas dari orang tuanya.

Sampai sebuah rekaman memori menunjukkan hari di mana ayahnya tiada. Ayahnya yang sebelumnya memang mempunyai riwayat sakit, harus segera dibawa ke rumah sakit saat itu. Sirine ambulan memecah jalanan lengang pada pukul 3 dini hari. Tidak banyak kendaraan pada saat itu mempermudah jalannya ambulan. Namun, secepat apapun perjalanan pagi itu, takdir tetap berkata, bahwa sampai sini saja kebersamaan itu lengkap adanya.

“Kenapa kenangan yang terputar di sini kenangan pahit semua? Tak hanya pahit, kenangan-kenangan yang lain juga membuatku menjatuhkan air mata. Tentang rasa takutku seolah ada di sini semua.” Hazel mengusap air matanya yang jatuh dengan daun yang diberikan hutan ini di gerbang masuk tadi. Daun ini seperti tisu jika diibaratkan di dunia nyata. Mudah ditekuk dan menyerap air.

“Ini adalah perjalanan waktu, Hazel, tidak semua yang kau inginkan selalu indah. Bukankah kini kau jadi mengerti, bahwa kahidupan itu tidak hanya soal tersenyum? Kau juga jadi tahu, bahwa dengan kenangan-kenangan ini, kau bisa berbenah diri di hari kemudian. Dari kenangan ini juga, bukankah kau jadi tahu, bahwa kau bisa melewati segala hal menakutkan seperti di hari lalu?”

Suara itu membuatnya tertegun. Apakah ini adalah perjalanan lorong waktu yang memberi pelajaran? Meski belum sempat mengingat dan melihat semua kenangan pahit ini, ia sudah bertemu dengan pintu yang membawanya tadi. Bintang-bintang yang menemaninya membawa Hazel pada pintu itu.

Ia kembali terbang bersama bintang-bintang menuju ke ruangan kamarnya. Jam menunjukkan pukul lima pagi. Ia segera mengemasi kotak dari sang kakek, menyimpannya di dalam lemari.

***

Bulan di luar tampak separuh, sinarnya masuk lewat ventilasi di atas jendela kamar.  Pukul 11 malam. Belum puas dengan melihat memori kenangan malam lalu, Hazel kembali membuka kotak pemberian sang kakek kemarin. Bintang-bintang kembali bersinar terang, memenuhi langit-langit kamar yang redup. Saat membukanya, ia terkejut, ada amplop kedua di dalamnya. Hazel segera mengambil amplop kedua itu, yang bertuliskan Kenangan Manis. Sama seperti amplop pertama kemarin, ia harus mengisi kata-kata di kertasnya setelah menyelesaikan seluruh perjalanannya.

Kini Hazel tak terlalu takut lagi. Langsung saja bintang-bintang itu membawanya pada perjalanan lorong waktu berikutnya. Bukan di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Kali ini, perjalanan membawanya pada hamparan luas. Tidak ada apapun di sini, hanya seperti lapangan luas dengan rerumputan di semua sisinya.

Perjalanan kali ini ditemani oleh rembulan di atas sana. Ya, malam hari.

Ia melangkahkan kaki mengikuti kemana bintang-bintang itu membawa, sampai tibalah ia di tengah hamparan rumput itu. Hazel mendudukukkan dirinya, menikmati bersentuhan langsung dengan rumput yang sedikit basah oleh embun.

“Selamat datang di hamparan rumput kenangan kedua, Hazel. Di sini, kau akan melihat memori masa lalumu lagi.”

Ia tersenyum mendengar suara itu. Seperti ada di sebuah negeri permainan, dengan ia sebagai tokoh utamanya.

Seperti ilusi yang nyata, di depannya ada beberapa anak kecil yang sedang bermain permainan tradisonal. Ada yang bermain egrang, dakon, engklek, dan masak-masakan di halaman rumah masa kecilnya. Ia terfokus pada seorang anak kecil berkepang dua, yang tengah mendapat giliran bermain engklek. Ia mendekati permainan itu. Betapa terkejutnya Hazel, karena yang tengah memainkan engklek itu adalah dirinya saat masih berumur sekitar 8 tahun. Hazel kecil tak menghiraukan Hazel yang ada di dekatnya. Seperti hantu, Hazel besar tidak terlihat. Bagaimana mungkin akan terlihat? Itu hanya ilusi memori masa kecilnya.

“Hei, lucu sekali. Permainan ini sudah jarang kutemui lagi!” Hazel bersorak senang.

Ada pula kenangan tentang Hazel dan keluarganya pergi liburan bersama, saat itu mereka pergi ke pantai. Ombaknya memang tak terlalu besar, tapi dengan posisi yang hampir jatuh, Hazel terhuyung ke tanah. Ayah segera mengangkat tubuh kecilnya. Bukannya menangis, ia justru tertawa. Setelah itu, Hazel dan keluarganya pergi membeli es krim bersama.

Ada banyak kenangan dan memori indah di lapangan itu. Namun, lagi-lagi waktu tidak cukup untuk membawanya menikmati satu persatu memori di sana.

Bintang-bintang kembali membawanya pada pintu, jalan untuk keluar dari memori kenangan. Sepanjang perjalanan malam ini, Hazel merasa senang. Banyak hal dan memori indah yang seolah kembali ia jumpai. Meski tidak benar-benar ada di sana, setidaknya senyuman itu benar-benar tercipta di wajahnya.

Sesampainya di kamar, waktu kembali menunjukkan pukul 5 pagi. Hazel segera mengemasi kotak kenangan, menyimpannya ke dalam lemari.

***

Sore hari, setelah pulang dari toko buket bunga tempatnya bekerja, Hazel segera membersihkan dirinya, lalu kembali membuka kotak pemberian kakek beberapa hari lalu. Bukan untuk menyelami dunia kenangan lagi, tapi ia akan menuliskan PR dari kotak kenangan.

Pengalaman 1

“Tentang luka, sakit, kecewa, dan air mata. Ada sirat yang menyulap makna, tidak dapat dikata, tapi mampu dirasa. Ada pula sakit yang tak terkata, untuk kemudian disiram benih doa. Tidak semua kisah menyakitkan harus dikubur dalam-dalam. Terkadang, kita perlu menjenguknya, untuk mengambil hikmah yang ada di baliknya. Sesekali pula kita perlu memeluk lukanya, bukan untuk merasakan sakitnya, tetapi untuk berdamai dengannya. Kenang ceritanya, untuk kemudian berdamai dan mengambil pelajarannya.”

Pengalaman 2

“Tentang tawa yang terurai. Pelengkap warna-warni kehidupan. Mengajarkan bahwa bahagia itu sederhana. Tawa yang pura-pura, bukan bagian dari bahagia. Sesederhana kembali mengingat indahnya memori yang lalu, yang memberi rasa suka dalam hatimu.”

Tuntas sudah tugas ini. Esok hari, ia harus segera mengembalikan kotak kenangan ini kepada seorang kakek yang telah mengajarkan arti kehidupan. Berterima kasih atas pelajaran yang ia dapatkan dari perjalanan ini. Bahwa kenangan, itu akan selalu ada di belakang. Bukan untuk dilupakan, tapi diambil pesan yang tersirat di dalamnya.

 

***

“Baik, terima kasih untuk tugasnya, Kiara. Ibu sudah membaca cerpen yang kamu buat. Pesan yang kamu tuliskan juga sudah sampai kepada pembacanya. Ibu sudah cantumkan nilai di bukumu, ya. Silakan kembali ke tempat dudukmu!” perintah Bu Hajar, guru mata pelajaran bahasa Indonesia di kelasku.

Ya, itu tadi adalah tugas cerpen dari Bu Hajar seminggu lalu. Tugas yang akhirnya kuselesaikan tadi malam.

Bel berbunyi beberapa menit kemudian, tanda waktu istirahat telah tiba.

“Kiara, tadi waktu aku baca cerpenmu, aku jadi mikir, kira-kira, kotak kenangan itu benar-benar ada atau tidak, ya?” tanya Lala, teman sebangkuku.

“Tidak ada, La. Itu karanganku saja.”  

 SELESAI.

 

 

 

Posting Komentar

0 Komentar