Header Ads Widget

Darussalam Audio

Belajar Parenting Ideal dari Keluarga Imran

Oleh: Naila Hafiza

Keluarga Imran atau yang kita ketahui dalam surah ketiga Al-Qur’an yaitu Ali Imran (Ali bermakna “keluarga” dalam Bahasa Arab). Merupakan keluarga yang begitu Allah muliakan. Imran bukan  termasuk Nabi atau Rasul, namun namanya terpilih menjadi salah satu dari 114 surah yang difirmankan oleh Allah SWT. Yakni mereka mencapai martabat yang sangat tinggi dalam ketakwaan dan hubungan dengan Allah.

Ia adalah Imran bin Matsan bin Al-Azar bin Al-Yud. Ia merupakan keturunan Nabi Sulaiman bin Nabi Daud as. Seorang shalih yang namanya diabadikan di dalam kitab suci, sebagaimana firman Allah SWT.,

اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ * ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ

“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa masing-masing). Sebagai satu keturunan, sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 33-34).

Imran memiliki seorang istri salihah bernama Hannah binti Faqudza yang tak kunjung dikaruniai anak  padahal usianya terbilang tidak muda lagi. Suatu hari tatkala bernaung di bawah pohon, ia melihat induk burung yang memberi makan anaknya. Rasa untuk memiliki anak laki-laki kembali muncul. Lantas ia memohon kepada Allah agar keinginannya diijabah.

Selang beberapa waktu, setelah mendapati dirinya mengandung, Hannah bernazar kepada Allah agar kelak bila anaknya lahir, ia akan menjadikannya sebagai khadam pengabdi Baitul Maqdis. Imran dan Hannah memiliki tujuan yang sama mulia dalam mendidik anaknya, yang telah mereka siapkan bahkan sebelum Hannah mengandung. Dalam firman Allah SWT. Dikisahkan:

إذْ قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”” 

(Q.S. Ali ‘Imran[3]: 35).

Inilah hukum asal nazar, dari Hannah istri Imran. Seperti terdapat dalam kitab tafsir Ruh al-Ma’aniy karya Al-Alusi, nazar ini tak lain tersirat sebuah harapan dan doa agar sang anak yang lahir adalah laki-laki, sebab hanya laki-laki yang menjadi khadam kala itu. Juga sebagai pengajaran kepada setiap wanita yang mengandung, agar menyematkan dzikir dan doa terbaik kepada janinnya supaya mendapatkan bimbingan serta penjagaan dari Allah.

Ternyata Allah SWT. berkehendak lain. Hannah justru melahirkan bayi perempuan. Hannah pun menjadi gelisah, sebab ia telah menazarkan anaknya untuk menjadi pengabdi Baitul Maqdis. Apa jadinya bila yang menjadi khadam (pengabdi) nantinya ialah seorang perempuan? Hannah pun mengadukan hal tersebut pada Allah SWT.

فلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Maka ketika melahirkannya, dia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa yang dia (Hannah) lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ”Aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 36).

Bayi perempuan itu kemudian diberi nama Maryam, diiringi sejumlah doa agar kelak menjadi hamba yang menjaga diri dari perbuatan yang tidak Allah ridai. Juga berupa doa agar sang anak beserta keturunan-keturunannya terlindung  dari bisikan syaitan, diberi taufik dan penjagaan spesial dari Allah SWT. Kemudian terbuktilah pula pada anak keturunan Maryam, Isa as, ketika lahir tidak menangis tatkala terhindar dari godaan syaitan. Karena bayi menangis ketika lahir disebabkan pusarnya ditusuk oleh syaitan.

Ibnu ‘Asyur dalam kitab At-Tahrir wa At-Tanwir menyebut penekanan ini (doa terhadap Maryam) sebagai bentuk penegasan bahwa Hannah telah ridha dan mencintai apa yang telah dikaruniakan padanya. Ini yang patut diteladani oleh para orang tua. Pasalnya, tak jarang mereka menghiraukan anaknya karena lahir dan tumbuh tidak sesuai dengan apa yang mereka kehendaki sebelumnya. Bagaimanapun halnya, Allah pasti telah memutuskan dengan cara terbaik dan menyisipkan banyak hikmah di balik itu semua.

Allah menerima nazar Hannah, menjadikan Maryam sebagai khadam dan melindungi keturunannya. seperti dalam firman-Nya SWT.,

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا

“Maka Dia (Allah) menerimanya dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria…” (Q.S. Ali Imran [3]: 37).

Tidak hanya doa yang dipanjatkan, melainkan Hannah dan Imran juga menyiapkan tempat terbaik yang dapat mendekatkan buah hatinya pada cita-cita mereka. Tempat yang membuat Maryam senantiasa dekat dengan Allah dan beribadah kepada-Nya. Maka mereka menyiapkan mihrab sebagai tempat Maryam bernaung.

Hannah dan Imran pun menyadari bahwa beribadah perlu disertai dengan ilmu yang benar, pembimbing yang tepat, juga bimbingan yang sesuai. Maka dipilihlah orang paling bijak, pintar dan shalih di zamannya, yaitu Zakaria yang merupakan seorang Nabi sekaligus paman dari Maryam.

Setelah mengerahkan semua usaha tersebut, Allah segera menerima ikhtiar mereka. Dengan cara-Nya mengambil alih tarbiyah (pengajaran), memberikan rezeki dari arah yang tak disangka, serta memberikan perhatian tak terhingga kepada Maryam. Seperti yang dikutip dari penyampaian Ustadz Adi Hidayat dalam kanal Youtube-nya.

Bahkan Zakaria pun heran dibuatnya ketika mendapati banyak makanan (rezeki) di sisi Maryam di dalam mihrab, padahal ia belum mengantarkan makanannya dan tidak ada seorang pun yang boleh mengantarkan kecuali dirinya. Ketika ditanya, Maryam menjawab bahwa semua rezeki itu datang dari Allah. Begitulah jika Allah SWT. Sudah berkehendak menjaga seorang hamba, tidak ada siapa pun yang bisa berkehendak turut campur dalam penjagaan dan pemberi perhatian terhadapnya. Hal tersebut dikisahkan dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat 33-37.

Jika semua ikhtiar telah dilaksanakan, biarkan kekuasaan Allah yg meneruskan seluruh ikhtiar kita. Allah berjanji akan menerima dan memberikan segala hal yang dibutuhkan dalam pertumbuhan setiap generasi yang dicita-citakan. Biarkan takdir Allah yang berjalan.

Kisah keluarga Imran ini memberikan pesan pada setiap orang tua untuk menyiapkan generasi terbaik melalui perencanaan terbaik sejak dini. Seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali: “Didiklah anakmu 25 tahun sebelum ia dilahirkan.” Yang tak lain maka sangat perlunya kita mengonsumsi pendidikan itu sejak saat ini. Setelah itu, orang tua pun harus memberikan nama terbaik sesuai dengan yang dicita-citakan. Dengan demikian, setiap orang tua akan ikhlas membersamai dan selalu bertanggungjawab terhadap anak-anaknya. Allahu a’lam.

Posting Komentar

0 Komentar