Keluarga Imran atau yang kita ketahui dalam surah ketiga Al-Qur’an yaitu
Ali Imran (Ali bermakna “keluarga” dalam Bahasa Arab). Merupakan
keluarga yang begitu Allah muliakan. Imran bukan termasuk Nabi atau Rasul, namun namanya
terpilih menjadi salah satu dari 114 surah yang difirmankan oleh Allah SWT.
Yakni mereka mencapai martabat yang sangat tinggi dalam ketakwaan dan hubungan
dengan Allah.
Ia adalah Imran bin
Matsan bin Al-Azar bin Al-Yud. Ia merupakan keturunan Nabi Sulaiman bin Nabi
Daud as. Seorang shalih yang namanya diabadikan di dalam kitab suci,
sebagaimana firman Allah SWT.,
اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰىٓ اٰدَمَ وَنُوْحًا وَّاٰلَ
اِبْرٰهِيْمَ وَاٰلَ عِمْرَانَ عَلَى الْعٰلَمِيْنَۙ * ذُرِّيَّةً ۢ بَعْضُهَا
مِنْۢ بَعْضٍۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌۚ
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam,
Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa
masing-masing). Sebagai satu keturunan,
sebagiannya adalah (keturunan) dari sebagian yang lain. Allah Maha Mendengar,
Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 33-34).
Imran
memiliki seorang istri salihah bernama Hannah binti Faqudza yang tak kunjung
dikaruniai anak padahal usianya
terbilang tidak muda lagi. Suatu hari tatkala bernaung di bawah pohon,
ia melihat induk burung yang memberi makan anaknya. Rasa untuk memiliki anak
laki-laki kembali muncul. Lantas ia memohon kepada Allah agar keinginannya
diijabah.
Selang beberapa waktu, setelah mendapati dirinya mengandung,
Hannah bernazar kepada Allah agar kelak bila anaknya lahir, ia akan
menjadikannya sebagai khadam pengabdi Baitul Maqdis. Imran dan Hannah
memiliki tujuan yang sama mulia dalam mendidik anaknya, yang telah mereka
siapkan bahkan sebelum Hannah mengandung. Dalam firman Allah SWT. Dikisahkan:
إذْ
قَالَتِ امْرَأَتُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي
مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak)
menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku.
Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.””
(Q.S. Ali ‘Imran[3]: 35).
Inilah hukum asal nazar, dari Hannah istri Imran. Seperti
terdapat dalam kitab tafsir Ruh al-Ma’aniy karya Al-Alusi, nazar ini tak lain tersirat
sebuah harapan dan doa agar sang anak yang lahir adalah laki-laki, sebab hanya
laki-laki yang menjadi khadam kala itu. Juga sebagai
pengajaran kepada setiap wanita yang mengandung, agar menyematkan dzikir dan
doa terbaik kepada janinnya supaya mendapatkan bimbingan serta penjagaan dari
Allah.
Ternyata Allah SWT. berkehendak lain. Hannah justru melahirkan
bayi perempuan. Hannah pun menjadi gelisah, sebab ia telah menazarkan anaknya
untuk menjadi pengabdi Baitul Maqdis. Apa jadinya bila yang menjadi khadam (pengabdi)
nantinya ialah seorang perempuan? Hannah pun mengadukan hal tersebut pada Allah
SWT.
فلَمَّا وَضَعَتْهَا
قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ
وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي
أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Maka ketika melahirkannya, dia berkata, “Ya Tuhanku, aku telah
melahirkan anak perempuan.” Padahal Allah lebih tahu apa yang dia (Hannah)
lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan. ”Aku memberinya nama
Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan)
setan yang terkutuk.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 36).
Bayi perempuan itu kemudian diberi nama Maryam, diiringi
sejumlah doa agar kelak menjadi hamba yang menjaga diri dari perbuatan yang
tidak Allah ridai. Juga berupa doa agar sang anak beserta
keturunan-keturunannya terlindung dari
bisikan syaitan, diberi taufik dan penjagaan spesial dari Allah SWT. Kemudian
terbuktilah pula pada anak keturunan Maryam, Isa as, ketika lahir tidak
menangis tatkala terhindar dari godaan syaitan. Karena bayi menangis ketika
lahir disebabkan pusarnya ditusuk oleh syaitan.
Ibnu ‘Asyur dalam kitab At-Tahrir wa At-Tanwir menyebut
penekanan ini (doa terhadap Maryam) sebagai bentuk penegasan bahwa Hannah
telah ridha dan mencintai apa yang telah dikaruniakan padanya. Ini yang patut diteladani oleh para
orang tua. Pasalnya, tak jarang mereka menghiraukan anaknya karena lahir dan
tumbuh tidak sesuai dengan apa yang mereka kehendaki sebelumnya. Bagaimanapun
halnya, Allah pasti telah memutuskan dengan cara terbaik dan menyisipkan banyak
hikmah di balik itu semua.
Allah menerima nazar Hannah, menjadikan Maryam sebagai khadam
dan melindungi keturunannya. seperti dalam firman-Nya SWT.,
فَتَقَبَّلَهَا
رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا
زَكَرِيَّا
“Maka Dia (Allah) menerimanya dengan penerimaan yang baik,
membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaannya
kepada Zakaria…” (Q.S. Ali Imran [3]: 37).
Tidak hanya doa yang dipanjatkan, melainkan Hannah dan Imran
juga menyiapkan tempat terbaik yang dapat mendekatkan buah hatinya pada
cita-cita mereka. Tempat yang membuat Maryam senantiasa dekat dengan Allah dan
beribadah kepada-Nya. Maka mereka menyiapkan mihrab sebagai tempat
Maryam bernaung.
Hannah dan Imran pun menyadari bahwa beribadah perlu disertai
dengan ilmu yang benar, pembimbing yang tepat, juga bimbingan yang sesuai. Maka
dipilihlah orang paling bijak, pintar dan shalih di zamannya, yaitu Zakaria
yang merupakan seorang Nabi sekaligus paman dari Maryam.
Setelah mengerahkan semua usaha tersebut, Allah segera
menerima ikhtiar mereka. Dengan cara-Nya mengambil alih tarbiyah (pengajaran),
memberikan rezeki dari arah yang tak disangka, serta memberikan perhatian tak
terhingga kepada Maryam. Seperti yang dikutip dari penyampaian Ustadz Adi
Hidayat dalam kanal Youtube-nya.
Bahkan Zakaria pun heran dibuatnya ketika mendapati banyak
makanan (rezeki) di sisi Maryam di dalam mihrab, padahal ia belum mengantarkan
makanannya dan tidak ada seorang pun yang boleh mengantarkan kecuali dirinya. Ketika
ditanya, Maryam menjawab bahwa semua rezeki itu datang dari Allah. Begitulah
jika Allah SWT. Sudah berkehendak menjaga seorang hamba, tidak ada siapa pun
yang bisa berkehendak turut campur dalam penjagaan dan pemberi perhatian
terhadapnya. Hal tersebut dikisahkan dalam Al-Qur’an surah Ali Imran ayat
33-37.
Jika semua
ikhtiar telah dilaksanakan, biarkan kekuasaan Allah yg meneruskan seluruh
ikhtiar kita. Allah berjanji akan menerima dan memberikan segala hal yang
dibutuhkan dalam pertumbuhan setiap generasi yang dicita-citakan. Biarkan
takdir Allah yang berjalan.
Kisah
keluarga Imran ini memberikan pesan pada setiap orang tua untuk menyiapkan
generasi terbaik melalui perencanaan terbaik sejak dini. Seperti yang dikatakan
Imam Al-Ghazali: “Didiklah anakmu 25 tahun sebelum ia dilahirkan.” Yang tak
lain maka sangat perlunya kita mengonsumsi pendidikan itu sejak saat ini.
Setelah itu, orang tua pun harus memberikan nama terbaik sesuai dengan yang
dicita-citakan. Dengan demikian, setiap orang tua akan ikhlas
membersamai dan selalu bertanggungjawab terhadap anak-anaknya. Allahu a’lam.
0 Komentar