Kolaborasi antara PPMI, PII, dan Wawasan KKS menghadirkan Dialog Kebangsaan, sebuah wadah diskusi tentang pemuda dan kontribusi mereka untuk bangsa. Acara dilaksanakan di Kafe Antara pada Kamis malam (21/11) dengan 3 pembicara, Ketua Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Pelajar, M. Haikal Abrori, Sekretaris Jenderal PB PII, Fikri Haiqal Arif, dan Presiden Persatuan Pelajar Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir yang diwakili oleh Kepala Biro Kesekretariatan, Muhammad Aulia Razzaq. Menambah nilai relevansi dialog ini, pembicara terdiri dari mahasiswa Indonesia, Masisir aktif, dan alumni Al-Azhar yang sudah berkiprah di tanah air. Dengan tiga perspektif yang unik dan satu tujuan yang sama – membangkitkan semangat pemuda – dialog ini diadakan dengan agar Masisir lebih memahami peran mereka dan langkah-langkah untuk berkontribusi dalam membangun bangsa.
Dialog ini menyinggung soal lingkungan Masisir setelah munculnya pertanyaan
audiens tentang paramater baik atau buruknya lingkungan Masisir. Aulia Razzaq
memandang bahwa hal ini memerlukan sebuah penelitian dan kesepakatan bersama.
Dia mengungkapkan bahwa tidak semua hal baik bagi mahasiswa di Indonesia itu
baik bagi Masisir dan sebaliknya. “Bagaimana parameternya? Ya, turun dari
definisi, bagaimana kita mendefinisikan Masisir, bagaimana kita mendefinisikan
baik dan buruk,” jawab Aulia Razzaq tentang persoalan itu.
Aulia Razzaq menjelaskan bahwa sekitar 99,8% Masisir merupakan mahasiswa
Al-Azhar, maka definisi Masisir disesuaikan dengan nilai-nilai Al-Azhar, yaitu
berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah. Dia mengajak audiens berpikir tentang jumlah Masisir yang mencapai sekitar tiga
belas ribu – walau data itu belum pernah valid – apabila setiap tahun mahasiswa
yang masuk dan keluar itu sama, maka jumlah Masisir akan berkisar empat sampai
lima ribu orang saja. Jumlah mencapai belasan ribu ini menandakan adanya sebuah
masalah, seperti banyaknya jumlah mahasiswa rasib. Baik-buruknya hal ini
mengacu pada parameter-parameter yang diteliti dan disepakati bersama.
Haikal Abrori berbicara tentang kemelakatan peran pemuda, di mana setiap
pemuda itu berbeda, namun memiliki peran sama yang melekat pada mereka. Dia
mengkritik pemuda yang mengabaikan tanggung jawab dari pengetahuannya dengan
berkata, “Kalau tidak mau punya tanggung jawab apapun, janganlah tahu tentang
apa pun. Jadilah orang gila.”
Fikri Haiqal memberikan pesannya di akhir dialog, “(Saat) yang terindah
dari sebuah kapal itu ketika dia ditambatkan di sebuah dermaga. Keindahannya
terlihat jelas. Tapi semua orang tahu bahwa yang baik itu ketika menerjang
lautan.” Dia berharap, bagaimana pun peran yang dimiliki, Masisir dapat
menghadirkan kontribusi terbaik untuk bangsa.
Red: Haekal Afriadi
Editor: Ilmi Hatta
0 Komentar