“Buka mata, buka telinga, buka akal, buka hati! Renungkan
dan renungkan! Hidup dan sejarahnya adalah tulisan yang indah, berbakatkah kita
menulisnya? Sempatkah kita menulisnya? Jangan menunggu sampai berkualitas
tinggi, menurut orang lain. Tulislah selagi mampu!!”.
Wejangan penuh tamparan hangat ini dikutip dari buku
‘Kehidupan Mengajariku’ jilid empat karya Ayah kita, K.H. Hasan Abdullah Sahal,
beliau seakan membakar emosi dan membuka fikiran anak-anaknya termasuk kita
semua, mahasiswa Al-Azhar yang bebas dari tugas skripsi dan lainnya, bahwa
‘menulis’ adalah kemampuan dasar membangun dan menjaga sejarah, sejarah kita,
sejarah kehidupan ini. Banyaknya pelajaran yang kita serap, pengalaman yang
kita selami, akan hilang terbawa waktu tetapi akan terpatri abadi dalam tulisan
sederhana kita. Bukankah sayang, semua hal istimewa ini bila hilang termakan
waktu?
Menulis itu: “sederhana adalah yang paling baik, paling
diminati, dan diperhatikan pembacanya”, demikian nasihat ahli hikmah. “Yang ringan-ringan,
simpel-simpel saja, ‘simple is beautiful’ tidak perlu memaksa-maksa,
bertele-tele, mengumbar ‘pamer’ keilmiahan kosong, atau mencari muka.” Begitu
kata Ayahanda, bukan tulisan yang rumit, tapi tulisan yang bermanfaat. Bermanfaat
bagi penulis maupun pembacanya. Lalu, bagaimana dengan kita? Sudahkah memulai untuk menulis?
Mari merefleksikan diri, menulis adalah kemampuan dasar
yang sudah kita pelajari sedari kecil, mulai dari huruf abjad, kata, sampai
kalimat. Kita membaca banyak buku cerita maupun pelajaran sejak bangku taman
kanak-kanak. Bukankah semua itu bermula dari tulisan sederhana? Sesederhana
cerita dongeng, lalu mulai naik tingkat menjadi tulisan ilmiah yang menambah
pengetahuan kita. Tapi semua itu merupakan karya bermanfaat untuk mencerdaskan
kita sampai hari ini. Itu tulisan mereka, dan kini giliran kita menjadi bagian
dari pencerdas generasi, bismillah.
Salah satu Trimurti Gontor, K.H. Imam Zarkasyi berkata, “Andai
kata muridku tinggal satu, akan tetap kuajar yang satu ini sama dengan seribu,
kalaupun yang satu ini tidak ada, aku akan mengajar dunia dengan pena”.
Terbukti hingga saat ini karya beliau masih abadi bermanfaat bagi ribuan
muridnya. Dari tulisannya, beliau mentransfer ilmu yang bahkan sampai jasadnya
telah terkubur, manfaatnya tak kunjung luntur, demi mengajar murid-muridnya.
Sedari kini patut kita sadari pentingnya menulis, “karena
banyak orang setelah berbicara panjang, penting, dan diperhatikan orang lantas
menyesal karena tidak mengabadikan apa yang dibicarakannya dalam tulisan.
Karena beberapa catatan yang dianggap tidak penting sewaktu dia hidup, mungkin
akan dicari banyak orang setelah dia wafat”. - K.H. Hasan Abdullah Sahal.
0 Komentar